Ketua KPK Firli Bahuri Terjerat Kasus Korupsi, MAKI Desak Nonaktif dan Mundur
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), Rabu (22/11/2023). Polda Metro Jaya juga menjeratnya dengan pasal suap dan gratifikasi.
Menyikapi hal ini, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mendesak agar Firli segera dinonaktifkan sebagai Ketua KPK. "Pak Firli harus nonaktif, tidak bisa masuk ke kantor KPK, dan tidak lagi menjadi pimpinan KPK," ujarnya.
Yudi Purnomo Harahap, mantan penyidik KPK, turut menyarankan agar Firli mundur dari KPK setelah berstatus tersangka. "Otomatis Firli akan nonaktif dari posisinya. Oleh karena itu sebaiknya Firli mundur daripada jadi beban KPK," kata Yudi.
Melihat Firli sebagai beban bagi KPK, Yudi melihat adanya harapan baru dalam pemberantasan korupsi setelah ketua KPK berusia 60 tahun itu menjadi tersangka. "Alhamdulillah, akhirnya, masa depan pemberantasan korupsi setidaknya akan ada harapan cerah," ujarnya.
Kasus ini bermula dari pengaduan masyarakat pada 12 Agustus 2023, yang kemudian direspon oleh Polda Metro Jaya. Setelah serangkaian klarifikasi dan pulbaket, Firli ditetapkan sebagai tersangka dengan ancaman hukuman paling singkat empat tahun hingga seumur hidup.
Proses penyidikan melibatkan 99 saksi dan ahli, termasuk SYL, Kapolrestabes Semarang, ajudan Ketua KPK, hingga pejabat eselon I Kementerian Pertanian. Pegawai KPK, termasuk Direktur Pelayanan, Pelaporan, dan Pengaduan Masyarakat KPK, Tomi Murtomo, juga diperiksa.
Rumah milik Firli Bahuri di Jakarta Selatan dan Kota Bekasi telah digeledah oleh pihak kepolisian. Barang bukti termasuk uang sejumlah Rp7,4 miliar dalam pecahan dolar Singapura dan Amerika Serikat.
Dengan perkembangan ini, harapan masyarakat terhadap keberlanjutan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin memperoleh sorotan positif.